Memperjuangkan Hak Konstitusi

Bismillah..

Hari ini, 17 April 2019 (hampir) seluruh warga negara Indonesia, merayakan pesta demokrasi. Pemilu Serentak. Ada 5 surat suara yang akan dicoblos kali ini untuk memilih :
  1. Presiden-Wakil Presiden,
  2. DPD RI,
  3. DPR RI
  4. DPRD Provinsi
  5. DPRD kabupaten/kota

Dimulai kemarin seorang tetangga yang diutus untuk menyebarkan surat pemberitahuan pemilu (form C6) ke rumah saya. Namun nama yang tertera justru nama anggota keluarga yang sudah pindah ke lain kecamatan, bahkan lain kota (Surabaya dan Sidoarjo beda tho?).

Pagi ini, saya dan Eyang sudah bersiap akan ikut merayakan pesta demokrasi dengan mengikuti pemilu. Jam 08.50 kami keluar rumah. Ini adalah kali kedua saya mengikuti pemilu. Biasanya tiap warga akan diberi formulir C6 yang berisi pemberitahuan dimana TPS tempat kami akan memberikan suara. Namun hingga hari H, kami, baik saya dan Eyang belum mendapat formulir C6 tersebut.

Kamipun tetap berjalan menuju TPS terdekat dengan hanya membawa KTP asli. TPS 23 dan TPS 25 yang kebetulan berada di satu gang, dan keduanya hanya berjarak +-200m. Di dua tempat tersebut saya mencari data diri kami, namun tidak menemukan satupun. Kemudian saya menanyakan pada petugas mengenai situasi form C6 yang saya alami dan oleh petugas di dua TPS tersebut saya disarankan untuk mengecek langsung ke kantor kelurahan.

Pelan-pelan namun pasti, Eyang saya yang sudah berusia 88 tahun, 7 bulan melangkah meninggalkan TPS 23 dan 25 menuju kantor kelurahan. Sampai disana, saya di terima oleh petugas yang sedang berjaga dan menanyakan keperluan saya. Setelah saya beritahu, beliau mempersilahkan saya mencari nama saya dan Eyang di lembaran DPT yang di tempel di area kantor kelurahan. Saya mencoba mencari di TPS terakhir yang ada di komplek perumahan saya TPS 24. Aha! Itu nama Eyang di urutan 33, kemudian saya di urutan 34. "Ketemu mbak?" Si petugas yang berjaga dikelurahan bertanya pada saya. "Iya ketemu pak, di TPS 24. Nomor 33 dan 34"

Petugas tersebut kemudian menyuruh kami untuk langsung menuju TPS 24 yang lokasinya cukup jauh di depan komplek. "Tapi saya tidak punya form C6, apakah tetap bisa?" tanya saya. "Bisa mbak, nanti langsung bilang ke petugas di TPS nomor urut 33 dan 34. Tunjukkan KTP Asli saja. Dibawa kan?" Saya jawab "Iya, bawa pak. Kalau begitu, terimakasih pak."

Sudah pukul 09.15 banyak warga komplek saya yang hilir mudik sepanjang jalan entah berjalan kaki, naik motor, bahkan ada yang naik mobil. Ketika saya keluar dari wilayah kantor kelurahan saya tanya ke Eyang "Eyang kuat jalan kedepan?" "Kuat, Insya Allah. Hitung-hitung olahraga biar sehat" katanya.

Sesampainya di TPS 24, saya segera menuju meja ketua TPS dan menyerahkan KTP Asli, namun oleh petugas TPS saya di tolak. Dan diminta kembali ke kelurahan untuk meminta surat keterangan. "Surat keterangan seperti apa?" tanya saya. Sang ketua TPS menunjukkan kertas hvs yang disobek asal dan berisi tulisan tangan tentang nomor urut, nama, dan tanda tangan petugas kelurahan. (Surat Keterangan macam apa itu) "Tapi ketika saya tadi di kelurahan, oleh petugas disana saya hanya disuruh datang ke TPS 24 dan menyebutkan no urut." "Ngga bisa, udah mbaknya sendiri sekarang kembali ke kelurahan. Mbahnya biar tunggu disini ngga apa-apa."

Mau tidak mau saya kembali lagi kantor kelurahan, dan karena searah dengan jalan pulang saya rasa saya akan membawa kursi roda untuk Eyang. Saya melirik jam, 09.57. Setelah mengambil kursi roda di rumah, saya menuju ke kantor kelurahan dan masih di sapa oleh petugas yang sama. "Kenapa mbak?" Saya menaruh kursi roda di pinggir aula kelurahan. "Saya di minta untuk kembali ke kelurahan oleh TPS 24 untuk membuatkan surat keterangan." jawab saya. "Loh, padahal ngga perlu. Kan nama mbak sudah terdaftar di DPT TPS 24 kan? Yasudah mari ikut saya kita ketemu Ketua KPPS." Saya mengikuti dari belakang.

Saya dibawa ke ruangan Ketua KPPS, saya ditanya lagi ada keperluan apa. Dan saya jawaban saya masih sama. Pak Ketua KPPS angkat bicara "Wah, ini akibat anggota KPPS ngga ikut rapat, seharusnya tanpa form C6 asal pemilih sudah terdaftar di DPT bisa mengikuti Pemilu. Sudah ayo mbak saya antar lagi ke TPS" "Oh, iya pak. Saya jalan di belakang ya pak. Karena bawa kursi roda untuk Eyang saya." kata saya. "Ngga usah jalan, diantar sama bapak-bapak ini. Kursi rodanya bisa kok dibonceng." Saya hanya manut.

Akhirnya 3 sepeda motor keluar dari kantor kelurahan menuju TPS 24. Paling depan bapak Ketua KPPS, kemudian bapak petugas yang membonceng saya, dan satu lagi warga yang membonceng kursi roda saya.

Sesampainya di TPS, pak Ketua KPPS langsung menuju meja panitia. Saya membantu menurunkan kursi roda dari sepeda motor. Ketika saya masuk ke TPS, saya diminta menunjukkan nama saya dan Eyang di DPT, dan menyuruh saya mengumpulkan KTP. Yang kemudian akan dipanggil namanya berdasarkan urutan.

Pukul 11.20 nama Eyang dan saya dipanggil. Saya membantu Eyang dengan membuka dan melipat kembali surat suara. Setelah mencoblos 5 surat suara yang diberikan Eyang dan saya menuju ke kotak suara dan memasukkannya satu-satu sesuai dengan yang tertera.

Point of story, i dont know. You tell me. But this is my experience, bagaimana saya memperjuangkan hak konstitusi yang saya punya. Jika kamu punya calon yang menurutmu baik, thats good for you. Ajak orang disekitarmu. Jangan buat mereka golput. 

Talk soon,
Dyah

Related Posts

There is no other posts in this category.